Kamis, 31 Desember 2009

RPP Tematik Kelas 2A

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)

Nama Sekolah : ..................................
Kelas : II (Dua)
Semester : I (Satu)
Tema : Diri Sendiri
Subtema : Aku dan Keluargaku
Hari/tanggal : Selasa, 22 Desember 2009
I. Kompetensi Dasar
1) Ilmu Pengetahuan Alam
1.1.Mengenal bagian-bagian utama hewa dan tumbuhan di sekitar rumah dan sekolah melalui pengamatan
2) Bahasa Indonesia
1.1.Menyebutkan kembali dengan kata-kata atau kalimat sendiri isi teks pendek
3) Seni Budaya dan Keterampilan
1.1.Mengenal unsur rupa pada karya seni rupa
1.2.Menunjukkan sikap apresiasif terhadap unsur rupa pada karya seni rupa
1.3.Mengekspresikan diri melalui gambar ekspresif
1.4.Mengekspresikan diri melalui tehnik cetak ulang
II. Indikator
1) Ilmu Pengetahuan Alam
1.1.1. Mendaftar jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar
2) Bahasa Indonesia
1.1.1. Mendengarkan dan memahami isi teks bacaan dan jalannya cerita yang ada teks bacaan
1.1.2. Mendengarkan pembacaan puisi
3) Seni Budaya dan Keterampilan
1.1.1. Mengenal unsur rupa pada karya seni rupa
1.2.1 Menyebutkan nilai-nilai yang terdapat pada suatu karya seni rupa
2.1.1 Membuat karya seni rupa berupa gambar ekspresif
2.1.2 Membuat karya seni melalui cetak tunggal
III. Tujuan
1) Ilmu Pengetahuan Alam
• Siswa mengetahui jenis-jenis hewan dan tmbuhan di sekitar rumah dan sekolah
2) Bahasa Indonesia
• Siswa mampu menyimak isi teks yang dibacakan oleh guru
• Siswa mampu memahami isi sebuah puisi yang diperdengarkan
3) Seni Budaya dan Keterampilan
• Siswa mengenal unsur-unsur pada karya seni rupa
• Siswa mampu menyebutkan nilai-nilai yang terkandung pada sebuah karya seni rupa
• Siswa mampu membuat gambar ekspresif
• Siswa mampu membuat karya seni melalui cetak tunggal
IV. Materi Pokok
1) Ilmu Pengetahuan Alam
• Bagian-bagian utama hewan
• Bagian-bagian utama tumbuhan
• Jenis-jenis hewan
• Jenis-jenis tumbuhan
2) Bahsa Indonesia
• Bacaan/teks pendek
• Gambar
3) Seni Budaya dan Keterampilan
• Unsur-unsur karya seni rupa
• Nilai yang terkandung pada sebuah seni rupa
• Gambar ekspresif
• Karya seni cetak tunggal
V. Alat/Sumber Buku
1) Ilmu Pengetahuan Alam
• Gambar hewan dan tumbuhan
• Gambar lain yang relevan
• Buku paket IPA kela 2A
• Lingkungan
• Teman
2) Bahasa Indonesia
• Gambar-gambar yang relevan
• Bacaan (Hasil Pengembangan Ajar Oleh guru)
3) Seni Budaya dan Keterampilan
• Buku yang relevan
• Hasil karya seni rupa
• Alat-alat yang berkaitan dengan karya cetak tunggal, seperti: Pewarna, Pelepah pisang dll.
• Lingkungan
VI. Metode
• TGT
• Examples non Example
• Picture and picture
VII. Kegiatan Pembelajaran
A. Kegiatan awal (10 Menit)
o Memulai pelajaran dengan berdoa
Mengajak semua siswa berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing untuk memulai pelajaran
o Apersepsi
 Bertanya jawab tentang tentang hobi atau kegemaran
 Bertanya tentang tentang hobi memelihara hewan piaraan
 Bertanya jawab tentang berbagai jenis hewan yang ada di lingkungan rumah dan sekolah
 Betanya jawab tentang tumbuhan apa saja yang ada di lingkungan rumah dan sekolah
 Bertanya jawab apakah siswa mempunyai hewan piaraan atau tumbuhan dihalaman rumahnya?
 Bertanya jawab bagaimana merawat tumbuhan
o Motivasi
 Memberikan kesimpulan dari tanya jawab tersebut dan mengaitkannya dengan materi yang akan di sampaikan
 Menyampaikan kepada siswa tentang indikator yang ingin dicapai dan manfaat memahami materi
o Pembentukan kelompok (siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dalam satu kelas dengan jumlah kelompok sebanyak 5 orang/kelompok)
B. Kegiatan inti (140 menit)
a. Guru membacakan sebuah teks pendek yang menceritakan tentang kegemaran “Dino memelihara kucing” dan kegemaran “Sinta Menanam berbagai jenis bunga di halaman rumahnya”.
b. Siswa mendengarkan dan berusaha memahami teks pendek yang dibacakan oleh guru
c. Siswa mencatat mencatat hal penting yang ada dalam teks tersebut
d. Siswa mendiskusikan dengan anggota kelompoknya tentang isi bacaan yang didengar
e. Setelah 5 menit guru menghentikan kegiatan diskusi
f. Guru menjelaskan kepada siswa twentang apa yang akan dilakukan selanjutnya
 Apa yang akan dilakukan siswa terhadap tumpukan kartu yang dibawa guru?
 Bagaimana kegiatan pembelajaran selanjutnya akan dilaksanakan?
 Bagaimana akhir dari kegiatan tersebut?
g. Untuk menentukan kelompok mana yang mendapat undian pertama, guru melakukan permainan menyusun gambar yang ditempel di papan tulis
h. Kelompok mana yang paling cepat selesai dan mampu menceritakan secara urut gambar-gambar tersebut mendapat giliran pertama sedangkan urutan berikutnya ditentukan dengan undian kertas
i. Siswa yang mendapat kesempatan untuk mengambil kartu, harus menjawab pertanyaan yang ada dalam kartu tersebu, jika bisa menjawab benar kelompok mendapat skor, jika tidak dilemparkan pada kelompok lain
j. Penghitungan skor dan penobatan gelar super group terhadap group yang mendapatkan skor tertinggi
k. Guru menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan dan menyimpulkan isi materi yang telah dijadikan bahan tournamen
l. Guru memberi kebebasan siswa untuk menggambar ekspresif tentang benda-benda kesayangannya, hewan, tumbuhan atau menggambar tentang hobinya contohnya menggambar orang bermain bola karena hobinya bernmain bola dsb.
C. Kegiatan penutup (10 Menit)
a. Menempel hasil gambar ekspresif siswa dengan rapi di tembok belakang dan meletakkan tugas fortofolia yang telah dibuat siswa pada kotak fortofolio siswa
b. Mengajak siswa untuk bersama-sama bernyanyi lagu anak-anak yang berjudul “Helly”
c. Mengakhiri dengan mengajak siswa untuk berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
VIII. Penilaian
a) Teknik : Tugas Individu
Bentuk Instrumen : - Penilaian lisan,
- Penilaian sikap (pengamatan perilaku)
- penilaian unjuk kerja (keberanian anak bercarita)
- Penilaian Portofolio
b) Teknik : Tugas Kelompok
Bentuk Instrumen : - Penilaian unjuk kerja (keberanian kelompok dalam
mengungkapkan pendapat)
- Penilaian unjuk kerja
- Pengamatan keaktifan siswa dalam kelompok
- Pengamatan bagaimana siswa bekerja dalam kelompok


Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran Pkn


................ ..............................

Pembelajaran Kooperatif dan Metode Investigasi Kelompok

BAB I
PENDAHULUAN


I. Latar Belakang
Pembelajaran adalah sebuah proses guru membelajarkan siswa yang diharapkan
ada kegiatan belajar pada diri siswa. Hal ini yang menjadi dasar bagi guru agar
dapat menciptakan sebuah perencanaan pembelajaran sebagai usaha mengembangkan
kegiatan pembelajaran dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu,
terciptalah metode-metode pembelajaran yang menjadi salah satu langkah guru
menciptakan suatu kegiatan pembelajaran yang bermakna yang dapat menimbulkan
kegiatan belajar pada diri siswa. Tetapi dari sebagian besar guru belum paham
secara penuh pentingnya penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran sehingga
masih jarang guru menggunakan variasi metode dalam pembelajaran.
Proses pembelajaran yang menempatkan guru sebagai satu satunya sumber ilmu
pengetahuan masih banyak kita jumpai. Penggunaan variasi strategi dan metode
pembelajaran juga masih jarang digunakan. Dengan cara ini seolah-olah siswa
sebagai botol kosong pasif yang siap diisi ilmu pengetahuan oleh sang guru apapun
atau bagaimanapun kondisinya. Hasil yang dicapai melalui proses ini menjadikan
siswa kurang kreatif dan kurang bisa mengembangkan diri serta sukar untuk
mengaplikasikan apa yang telah diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Belajar
juga menjadi kurang bermakna karena jauh dari apa yang dihadapi siswa setiap
hari.
Oleh karena itu, dalam laporan ini dijelaskan ssebuah model pembelajaran
yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam mengembangkan model pembelajaran dengan
kajian teori tentang “Metode Investigasi Kelompok-Pembelajaran Kooperatif
Perencanaan Pembelajaran”. Diharapkan dengan penjabaran materi yang ada dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas diperoleh rumusan masalah antara lain sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan metode Investigasi Kelompok?
2. Apa yang dimaksud dengan Pembelajaran Kooperatif?
3. Apa yang dimaksud Perencanaan Pembelajaran?
4. Bagaimana contoh Perencanaan Pembelajaran?
III.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diperoleh tujuan pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang Metode Investigasi Kelompok
2. Menjelaskan tentang Pembelajaran Kooperatif
3. Menjelaskan tentang Perencanaan Pembelajaran
4. Memberikan contoh Implementasi Pembuatan Perencanaan Pembelajaran
IV. Manfaat
Berdasarkan tujuan pembeljaran diperoleh manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami tentang apa itu Investigasi Kelompok
2. Mengetahui dan memahami tentang Pembelajaran Kooperatif
3. Mengetahui tentang Perencanaan Pembelajaran
4. Paham tentang bagaimana pembuatan perencanaan pembelajaran

BAB II
KAJIAN TEORI


I. INVESTIGASI KELOMPOK (Group Investigation)
A. Pengertian Investigasi Kelompok
Abdussakir (2009, http://abdussakir.wordpress.com) mengemukakan
Investigasi Kelompok dikembangkan oleh Shlomo & Yael Sharon di Universitas Tel Aviv (Slavin, 1995). Investigasi Kelompok adalah strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik.

Narudin (2009, http://davidnarudin.blogspot.com) Metode ini menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Indonbiu (2009, http://www.idonbiu.com) Metode Investigasi Kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling komplek dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Metode Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin
dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Pada dasarnya metode ini tepat dilaksanakan pada kelas tinggi (4, 5 dan 6). Karena anak pada usia ini telah mampu diajak untuk berfikir dalam rangka pemecahan masalah. Tetapi ada juga kemungkinan metode ini dilaksanakan pada pembelajaran kelas bawah yaitu pada kelas 2 dan 3. Hal ini dapat dilakukan tetapi dengan konsep yang lebih sederhana. Misalnya, siswa ditugaskan mengerjakan soal matematika secara kelompok.

Safrizal (2008, http://www.jambiekspres.co.id) Mengemukan:
Pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation) dikembangkan berdasarkan apa yang biasa berlaku di masyarakat, terutama mengenai cara anggota masyarakat melakukan mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial.

Safrizal (2008, http://www.jambiekspres.co.id) Perilaku-perilaku tersebut pada dasarnya secara tidak sadar telah sering dilakukan dimasyarakat misalnya, dilakukan kegiatan musyawarah untuk mufakat sebagai manifestasi mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan bersama. Di kampung-kampung ada rembug (rapat) desa untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Mengadopsi dari perilaku sosial tersebut terciptalah sebuah metode Investigasi Kelompok, dimana ada kegiatan berkelompok untuk memecahkan suatu permasalahan berdasarkan kesepakatan bersama. Sehingga, metode ini tidak lagi terasa asing jika dilaksanakan dalam pembelajaran karena kita sering berhubungan secara langsung dengan kegiatan yang ada dalam implementasi metode investigasi kelompok. Tetapi meskipun metode ini mengadopsi dari perilaku sosial masyarakat yang biasa dikenal masyarakat, metode ini tentunya juga mempunyai kelemahan berkaitan dengan hal teknis dalam metode ini.



A. Bagaimana Penerapan Metode Investigasi Kelompok
Abdussakir (2009, http://abdussakir.wordpress.com) Perencanaan dalam melakukan Metode Investigasi Kelompok melibatkan lima tahapan antara lain sebagai berikut:
(1) menentukan tujuan
(2) merencanakan pengumpulan informasi
(3) membentuk kelompok
(4) mendesain aktivitas kelompok
(5) merencanakan aktivitas kelompok secara keseluruhan

1.1.1 Gambar implementasi metode Investigasi Kelompok
Seperti pada perencanaan, implementasi aktivitas meliputi lima tahap yaitu:
(1) Seleksi topik
Pengorganisasian kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang anggotanya heterogen. Kemudian tahap identifikasi topik, dimana siswa menentukan subtopik dari sebuah wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru.

(2) perencanaan kelompok
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.



(3) pelaksanaan investigasi (Implementasi)
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan sebelumnya.

(5) penyajian laporan.
Siswa membuat laporan kerja kelompok dan dipresentasikan didepan kelas.
Safrizal (2008, http://www.jambiekspres.co.id) Berkaitan dengan implementasi metode Investigasi Kelompok, dalam proses belajar-mengajar, pengajar dan siswa yang belajar melakukan serangkaian langkah-langkah pokok. Setidaknya ada enam langkah dalam implementasi Model Investigasi Kelompok, yakni:
(1) siswa dihadapkan pada situasi yang problematis
(2) siswa melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis itu
(3) siswa dalam kelompok mengatur pembagian tugas dan merumuskan tujuan bersam
(4) siswa melakukan kegiatan individual dan kelompok
(5) siswa dalam kelompoknya mengkaji apakah situasi problematis yang dihadapi telah dapat dicarikan solusinya (Anggota kelompok mencek proses dan hasil investigasi kelompoknya dan melakukan tindak lanjut)
(6) secara kelompok atau individual siswa melakukan recycle aktivities (tindakan pengulangan)
Enam langkah tersebut dikembangkan berdasarkan tiga konsep utama yang menjadi ciri Model Investigasi Kelompok ini, yakni:
(1) penelitian (inquiry); Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah
(2) pengetahuan (knowledge); pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung
(3) dinamika belajar kelompok (the dynamic of the learning group); menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi
Siti Maesaroh (2005:28) di dalam Narudin (2009: www.davidnarudin.blogspot.com) mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
 Membutuhkan Kemampuan Kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
 Rencana Kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
 Peran Guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.


Metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya:
1) pembelajaran berpusat pada siswa
2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang
3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
II. PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com) Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualistik telah mendominasi pendidikan di Amerika Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah dengan harapan untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua untuk menjadi yang terbaik. Dalam belajar kompetitif dan individualistik, guru menempatkan siswa terpisah dari siswa yang lain. Kata-kata “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “Saya ingin agar kamu bekerja sendiri” dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri” sering digunakan dalam belajar kompetitif dan individualistik (Johnson & Johnson, 1994). Proses belajar seperti itu masih terjadi dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini.
(Slavin: 1995) dalam Abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com) Jika disusun dengan baik, belajar kompetitif dan individualistik akan efektif dan merupakan cara memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik. Meskipun demikian terdapat beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan individualistik, yaitu:
5) kompetisi siswa kadang tidak sehat, sebagai contoh jika seorang siswa menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan salah
6) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi
7) siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin
tertinggal
4) Siswa yang berkemampuan rendah akan frustasi
Untuk menghindari hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif.
Belajar kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai guru dan mungkin sebagai siswa kita pernah menggunakannya atau mengalaminya, sebagai contoh saat bekerja dalam laboratorium. Ketika belajar di laboratorium kegiatan berkelompok seperti pada pembelajaran kooperatif sering dilakukan. Sehingga sistem pembelajaran ini tidak lagi terkesan asing.

2.2.1 ilustrasi pembelajaran kooperatif yang bearti pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran berkelompok dimana dalam satu kelompok itu saling bekerjasama.

Holli (2009: www.pembelajarankooperatif.blogspot.com) Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya.” Menurut Slavin (1997) pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.
Belajar kooperatif mempunyai ide bahwa siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mempelajari tujuan (penguasaan materi) yang akan dicapai.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Nur dan Wikandari (2000:25) dalam Holli (2009: www.pembelajaran kooperatif.blogspot.com) ) .
Ibrahim, dkk (200:7) dalam Holli (2009: www.pembelajaran kooperatif.blogspot.com) Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak¬-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif konstruktivis dan teori belajar sosial. Artinya, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata (Kardi dan Nur, 2000:15) dalam Holli (2009: www.pembelajarankooperatif.blogspot.com).
Berdasarkan pendapat dari para ahli diperoleh pengertian umum tentang Cooperative Learning yaitu pada dasrnya pembelajaran kooperative merupakan suatu strategi pembelajaran yang dirancang oleh guru dalam bentuk kelompok-kelompok belajar dimana dalam tim tersebut siswa menyelesaikan tugas-tugas kelompok mencapai tujuan pembelajaran.
B. Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif didasarkan teori konstruktivistik, bahwa siswa dapat menemukan dan memahami konsep-konsep yang dipelajari dengan cara mongkonsrruksi pengalamannya. Usaha untuk mengkonsrruksi pengalaman akan lebih mudah dilakukan jika mereka melakukannya dengan bekerja sama.
Menurut Arends (2008: 37) dalam Kontjojo (2009: http://cooperative.wordpress.com)akar intelektual pembelajaran kooperatif berasal dari tradisi pendidikan yang menekankan pemikiran dan praktis demokratis: belajar secara aktif, perilaku kooperatif, dan menghormati pluralisme di masyarakat yang multikultural.
Prinsip-prinsip dasar pandangan konstruktivis menurut Clements & Battista (2001) dalam abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com) adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan dibentuk dan ditemukan oleh siswa secara aktif, tidak sekedar diterima secara pasif dari lingkungan. Ide ini dapat diilustrasikan bahwa ide-ide matematika dibentuk oleh siswa, tidak sekedar ditemukan sebagai barang jadi atau diterima dari orang lain sebagai hadiah. Hal ini, senada dengan pendapat Orton (1992:163) bahwa materi dikonstruksi sendiri maknanya oleh siswa
b. Siswa mengkonstruk pengetahuan dengan melakukan refleksi fisik dan mental, yaitu berbuat dan berpikir. Ide-ide dikonstruksi secara bermakna dengan cara diintegrasikan ke dalam struktur pengetahuan yang telah ada.
c. Tidak ada realitas yang sebenarnya, siswa sendirilah yang membuat interpretasi mengenai dunia. Interpretasi ini dibentuk dengan pengalaman dan interaksi sosial. Jadi, belajar harus berupa proses bukan hasil
d. Belajar adalah proses sosial, Ide-ide dan kebenaran matematika baik dalam penggunaan dan maknanya ditetapkan secara bersama oleh anggota suatu kelompok masyarakat (budaya).

abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com) Pandangan konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vygotksy. Keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsep-konsep yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan untuk memahami informasi baru. Piaget dan Vygotksy juga menekankan adanya hakikat sosial dari belajar, dan keduanya menyarankan penggunaan kelompok belajar yang anggotanya terdiri dari siswa dengan kemampuan yang beragam untuk mengupayakan perubahan konseptual. Ide-ide konstruktivis modern sekarang lebih banyak didasarkan pada ide-ide Vygotksy, yang telah digunakan untuk menunjang belajar kooperatif (Nur, Wikandari & Sugiarto, 1999). Bahkan menurut Johar (2001) tokoh-tokoh konstruktivis menganjurkan penggunaan belajar kooperatif. Menurut Sutawidjaja (2002), bahwa belajar kooperatif adalah salah satu alternatif yang perlu digalakkan dalam kontruktivisme karena pertimbangan sebagai berikut.
a) Siswa yang sedang menyelesaikan masalah bersama-sama dengan teman sekelompoknya dalam kegiatan belajar kelompok masing-masing melihat bagaimana masalah itu dan merancang pemecahannya. Kegiatan ini merupakan cara menumbuhkan refleksi yang membutuhkan kesadaran tentang apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan. Dengan demikian menyediakan kesempatan siswa untuk mengabstraksikan secara aktif
b) Menjelaskan sesuatu kepada teman biasanya mengarah ke pada siswa untuk melihat sesuatu lebih jelas dan seringkali menemukan ketidakkonsistenan pada pikirannya sendiri
c) Ketika suatu kelompok kecil menerangkan solusinya ke seluruh kelas (tidak peduli apakah solusi layak atau tidak), kelompok itu memperoleh kesempatan yang berharga untuk mempelajari hasil yang mereka buat
d) Mengetahui bahwa ada teman sekelompoknya belum bisa menjawab, akan meningkatkan kegairahan setiap anggota kelompok untuk mencoba menemukan jawabannya
e) Keberhasilan suatu kelompok menemukan suatu jawaban akan menumbuhkan motivasi mereka untuk menghadapi masalah baru.
C. Unsur-unsur Pokok Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 unsur pokok model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. adanya peserta dalam kelompok, 2. adanya aturan kelompok, 3. adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan 4. adanya tujuan yang akan dicapai (Sanjaya, (2009: 241) dalam Kontjojo (2009: http://cooperative.wordpress.com).
1. Adanya Peserta dalam Kelompok
Peserta pembelajaran kooperatif adalah para siswa yang melakukan kegiatan belajar secara berkelompok. Pengelompokan siswa bisa dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya minat, bakat kemampuan akademis, dst. Pertimbangan apapun yang dipilih dalam mengelompokkan siswa, tujuan pembelajaran harus yang diutamakan.

2. Adanya Aturan Kelompok
Aturan kelompok merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok.

3. Adanya Upaya Belajar Setiap Anggota Kelompok
Upaya belajar merupakan segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan, baik kemampuan yang telah dimiliki, maupun kemampuan yang baru. Aktivitas belajar siswa dilakukan secara berkelompok, sehingga diantara mereka terjadi saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan. Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal
(a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan
(b) bahwa siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman sekelompoknya.



4. Adanya Tujuan yang Akan Dicapai
Aspek tujuan dalam model pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberikanb arah pada perencanaan, pelaksanaan, dan juga evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap aktivitas belajar.

D. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (Arends [1997: 110-111] dalam Holli [2009:www.pembelajarankooperatif.blogspot.com] ).
a. Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan siswa dalam kelas

b. Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu:
1) struktur tujuan individualistik, yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa lainnya.
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
2) struktur tujuan kompetitif, yaitu seorang siswa dapat mencapai tujuan sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.
Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas¬-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
3) struktur tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai tujuan, setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.

c. Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-¬keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000:47 55) dalam Holli (2009:www.pembelajarankooperatif.blogspot.com ). antara lain:
a. Keterampilan keterampilan Sosial
Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain.

b. Keterampilan Berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka.

c. Keterampilan Berperan Serta
Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.

d. Keterampilan keterampilan Komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok.

e. Keterampilan keterampilan Kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok di mana anggota anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka.

Nurhadi dan Senduk (2003: 60) dalam Kontjojo (2009: http://cooperative.wordpress.com). Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan. Elemen-elemen yang sekaligus merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi. Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen.
1. Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif adalah hubungan yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil yang optimal, yang dicapai melalui:
d. saling ketergantungan pencapaian tujuan
e. saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas
f. saling ketergantungan bahan atau sumber belajar
g. saling ketergantungan peran
h. saling ketergantungan hadiah
Salah satu usaha untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Guru menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling dibutuhkan.
2. Interaksi Tatap Muka
Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
Interaksi tatap muka terwujud dengan adanya dialog yang dilakukan bukan hanya antara siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar. Fakta seperti itu dibutuhkan karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa.

3. Akuntabilitas Individual
Pembelajaran yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanankan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. Pembelajaran kooperatif terwujud dalam bentuk belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian tertuju pada penguasaan materi belajar secara individual. Hasil penilaian pada kemampuan individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa diantara mereka yang memerlukan bantuan dan yang dapat memberikan bantuan.
4. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) dikembangkan. Pengembangan kemampuan tersebut dilakukan dengan melatih siswa untuk bersikap tenggang rasa, sopan, mengkritik ide bukan pribadi, tidak mendominasi pembicaraan, menghargai pendapat orang lain, dst. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan efektif. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995) adalah sebagai berikut.
a. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan
b. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain
c. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

E. Dasar Pertimbangan Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sanjaya, 2009: 243), yaitu sebagai berikut.
1. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping usaha individudual dalam belajar
2. Guru menghendaki seluruh siswa berhasil dalam belajar
3. Guru ingin menunjukkan pada siswa bahwa siswa dapat belajar dari temannya
4. Guru ingin mengembangkan kemampuan komunikasi siswa.
5. Guru menghendaki motivasi dan partisipasi siswa dalam belajar meningkat
6. Guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

F. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Techonly13 (2009: http://techonly13.wordpress.com) Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa kelebihan dibanding model pembelajaran yang laian. Kelebihan tersebut yaitu:
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penelitian mengenai suatu masalah.
3. Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi
4. Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu serta kebutuhannya dalam belajar
5. Siswa lebih aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran, mereka lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa, dimana mereka telah saling bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Setiap model pembelajaran pastinya mempunyai kelebihan dan kelemahan begitu juga model pembelajaran kooperatif, selain mempunyai kelebihan juga mempunyai kelemahan antara lain sebagai berikut:
1. Kerja sama kelompok seringkali hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, sebab mereka cukup memimpin dan mengarahkan kepada mereka yang kurang mamapu
2. Strategi ini kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula
3. Keberhasilan strategi kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri
G. Macam-macam Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 metode yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007: 49) dalam Kontjojo (2009: http://cooperative.wordpress.com). Keempat metode dimaksud adalah: metode STAD, Metode Jigsaw, Metode GI (group investigation), dan metode struktural.
1. Metode STAD
a. Karakteristik Metode STAD
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan koleganya di Universitas John Hopkin (Ibrahim dkk,. 2000; Ratumanan, 2002) dalam abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com). Dalam STAD, siswa dibentuk dalam kelompok belajar yang terdiri dari 4 atau 5 orang dari berbagai kemampuan, gender dan etnis. Dalam praktiknya, guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai materi. Setiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan saling membantu untuk menguasai materi ajar melalui Tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara individual atau kelompok setiap satu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap materi yang telah mereka pelajari. Setelah itu seluruh siswa dalam kelas tersebut diberikan materi tes tentang materi ajar yang telah mereka pelajari. Pada saat menjalani tes mereka tidak diperbolehkan saling membantu. STAD mempunyai 5 komponen, yaitu:

(1) presentasi kelas
(2) kelompok
(3) kuis atau tes
(4) skor individual
(5) penghargaan kelompok (Slavin, 1995).

b. Sintaks Metode STAD
Sintaks metode STAD terdiri atas 6 fase (Trianto, 2007: 54) dalam Kontjojo (2009: http://cooperative.wordpress.com) yaitu sebagai berikut ini.
Fase ke-1: Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari.
memotivasi siswa untuk aktif belajar.
Fase ke-2: Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok menyajikan materi ajar kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan bacaan. Sebelum menyajikan materi guru mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif.. Penyajian materi pelajaran, ditekankan pada ha-hal berikut:
1) Pendahuluan
Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari.
2) Pengembangan
Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih kekonsep lain.

3) Praktek terkendali
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
Fase ke-3: menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar/guru Menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang. Aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada::
1) Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang.
2) Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dll.
Fase ke-4: membimbing setiap kelompok belajar untuk belajar dan bekerja.
Fase ke-5: mengevaluasi hasil belajar dan kerja masing-masing kelompok.
Fase ke-6: Guru memberikan penghargaan pada para siswa baik sebagai individu maupun kelompok, baik karena usaha yang telah mereka lakukan maupun karena hasil yang telah meerka capai.

2. Metode Jigsaw
a. Karakteristik Metode Jigsaw
Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya (Arends, 2008: 13). Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen. Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topik tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut kelompok ahli (expert group).
Yasa (2008: http://ipotes.wordpress.com) Keunggulan kooperatif tipe jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal.
 Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus terampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota kelompok.
 Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal


b. Sintaks metode Jigsaw
Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut.
Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru.
Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi tanggung jawabnya.
Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home teams) untuk membantu kelompoknya.
Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual.

3. Metode Invenstigasi Kelompok (Group Investigation)
a. Karakteristik metode investigasi kelompok
Metode investigasi kelompok dirancang oleh Herbert Thalen dan metode pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diimplementasikan (Arends, 2008: 14). Kompleksitas dan sulitnya implementasi metode ini dikarenakan keterlibatan siswa dalam merencanakan topik-topik materi ajar maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Pada metode investigasi kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok secara heterogen yang masing-masing beranggota 5 atau 6 orang siswa. Siswa memilih topik-topik tertentu untuk dipelajari, melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih kemudian menyiapkan dan mempresentasikan hasil belajar di kelas.

a. Sintaks metode investigasi kelompok
Sharan dkk. sebagaimana pendapatnya dikutip Arends (2008: 14) mendeskripsikan 6 langkah metode investigasi kelompok sebagai berikut.
Fase ke-1: pemilihan topik
Siswa memilih sub-sub topik tertentu dalam bidang permasalahan umum yang biasanya dibahas oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggota 5 atau 6 orang.
Fase ke-2: perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan sub-sub topik yang telah dipilih.
Fase ke-3: implementasi
Siswa melaksanakan rencana yang diformulasikan pada fase ke-2.
Fase ke-4: analisis dan sintesis
Sisma menganalisis dan mensistesis informasi yang diperoleh pada kegiatan fase ke-3.
Fase ke-5: presentasi hasil akhir
Beberapa atau semua kelompok melakukan presentasi di kelas tentang topik-topik yang mereka pelajari di bawah koordinasi guru.



Fase ke-6: evaluasi
Siswa dan guru mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok terhadap kerja kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat dilakukan secara individual, kelompok, atau keduanya.
4. Metode Struktural
a. Karakteristik metode struktural
Metode struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan dkk. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan metode lainnya, metode structural menekankan penggunaan struktur tertent yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dua macam struktur yang dapat dipilih guru untuk melaksanakan metode structural adalah think-pair-share dan numbered head together.
1) Sintaks think-pair-share
Pelaksanaan think-pair-share terdiri 3 langkah : thinking, pairing, dan sharing (Arends, 2008: 15-16).
Langkah pertama: thinking (berpikir)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan yang terkait dengan materi ajar dan memberikan waktu satu menit kepada siswa untuk memikirkan sendiri jawabannya.
Langkah kedua: pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa untuk mendiskusikan secara berpasangan tentang apa yang siswa pikiran
Langkah ketiga: sharing (berbagi)
Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi hasil diskusinya dengan seluruh siswa di kelas.


2) Numbered heads together
Sintaks numbered heads together terdiri dari tiga langkah (Arends, 2008: 16), yaitu sebagai berikut.
Langkah pertama: numbering (penomoran)
Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 orang dan member setiap anggota kelompok tersebut nomor secara berurutan.
Langkah kedua: questioning (pengajuan pertanyaan)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan bias bervariasi.
Langkah ketiga: head together (berpikir bersama)
Para siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dari gurunya.
Langkah keempat: answering (pemberian jawaban)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya sama dengan nomor yang disebutkan guru mengangkat tangannya dan memberikan jawaban di dalam kelas
Selain metode pembelajaran kooperatif yang telah disebutkan ada juga metode-metode pembelajaran kooperatif di kelas rendah antara lain:
(1) Cooperative Integrated Reading and Compositio(CIRC) digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8(setingkat TK sampai SD)
(2) Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan pada pembelajaran matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).


III. PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008:2) dalam Anggraini (2009: http://derianggraini.blogspot.com ).
Defathya (2009: http://defathya.multiply.com) Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Sedangkan makna perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya menentukan tujuan, metode, isi, dan program yang akan diwujudkan dalam sebuah proses pembelajaran.
Pentingnya perencanaan pembelajaran dapat kita simak dengan melihat pernyataan Nana Sudjana (1989) sebagai berikut:
Mengingat pelaksanaan Pembelajaran adalah mengkoordinasikan komponen-komponen pengajaran, maka isi perencanaan pun pada hakekatnya mengatur dan menetapkan komponen-komponen tersebut. Komponen yang dimaksud antara lain tujuan, bahan, metoda dan alat, serta evaluasi.
Kemudian, pernyataan Slameto (1988:95) bahwa: “…. Guru akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum mengajar”.

Dan dikatakan oleh Ali bin Abi Tholib Ra”didiklah anakmu sesuai dengan zamannya bukan sesuai zamanmu”
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa sebagai seorang guru hendaknya pandai dalam membuat dan menyusun Perencanaan pembelajaran. Hendaknya Perencanaan Pembelajaran tersebut disesuaikan dengan zamannya dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan kultur budaya masyarakat yang ada. Sehingga diperoleh pengertian bahwa perencanaan pembelajaran adalah sebuah alat menuju pelaksanaan pembelajaran di masa depan yang kita inginkan agar pembelajaran itu terjadi sesuai dengan keinginan perencana atau pendidik. Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam perencanaan pembelajaran perlu diperhatikan delapan factor penting, yaitu:
1. Tujuan; untuk apa pembelajaran itu?
2. Meteri; apa isi pembelajaran?
3. Metoda; bagaimana prosedur (tatacara) pembelajaran itu?
4. Situasi; apa yang terjadi ada saat pembelajaran?
5. Media; apa saja alat atau fasilitas pembelajaran itu?
6. Pendidik; guru, fasilitator, mentor, dan lainnya
7. Peserta didik; peserta didik, murid, anak didik, dan lainnya.
8. Evaluasi; penilaian hasil pembelajaran.
Delapan faktor di atas harus ditentukan dalam sebuah rencana pembelajaran agar pembelajaran menjadi sebuah aktifitas yang komplit dan efektif.
Anggraini (2009: http://derianggraini.blogspot.com) Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
a. Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran.
b. Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan itu.
c. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut.
d. Perencanaan pengajaran sebagai sains (science) adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya.
e. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan pengajaran secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan peng¬ajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini dilakukan analisis kebutuhan dari proses belajar dengan alur yang sistematik untuk mencapai tujuan pembe-lajaran. Termasuk di dalamnya melakukan evaluasi terhadap materi pelajaran dan aktivitas-aktivitas pengajaran.
f. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.
Dengan mengacu kepada berbagai sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan program pengajaran sebagai sebuah proses, disiplin ilmu pengetahuan, realitas, sistem dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan dengan efektif dan efisien. Kurikulum khususnya silabus menjadi acuan utama dalam penyusunan perencanaan program pengajaran, namun kondisi sekolah/madrasah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru merupakan hal penting jangan sampai diabaikan.
B. Dasar Perlunya Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran sebagai langkah awal dalam usaha perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi berikut:
1. untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran
2. untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan system
3. perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang belajar
4. untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa secara perseorangan
5. pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan pengiring dari pembelajaran
6. sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar
7. perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran
8. inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perbaikan kualitas pembelajaran haruslah diawali dengan perbaikan desain pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan titik awal dari upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena dalam desain pembelajaran, tahapan yang akan dilakukan oleh guru dalam mengajar telah terancang dengan baik, mulai dari mengadakan analisis dari tujuan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan evaluasi sumatif yang tujuannya untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Hidayat (via Majid, 2008:21) mengemukakan bahwa perangkat yang harus dipersiapkan dalam perencanaan pembelajaran antara lain:
(1) memahami kurikulum
(2) menguasai bahan ajar
(3) menyusun program pengajaran
(4) melaksanakan program pengajaran
(5) menilai program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

C. Dimensi-dimensi Perencanaan
Berbicara tentang dimensi perencanaan pembelajaran yakni berkaitan dengan cakupan dan sifat-sifat dari beberapa karakteristik yang ditemukan dalam perencanaan pembelajaran. Pertimbangan terhadap dimensi-dimensi itu menurut Harjanto (via Majid, 2008:18) dalam Anggraini (2009: http://derianggraini.blogspot.com) memungkinkan diadakannya perencanaan komprehensif yang menalar dan efisien sebagai berikut:



1. Signifikansi
Tingkat signifikansi tergantung pada tujuan pendidikan yang diajukan dan signifikansi dapat ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang dibangun selama proses perencanaan.

2. Feasibilitas
Maksudnya perencanaan harus disusun berdasarkan pertimbangan realistik, baik yang berkitan dan biaya maupun pengimplementasiannya.

3. Relevansi
Konsep relevansi berkaitan dengan jaminan bahwa perencanaan memungkinkan penyelesaian persoalan secara lebih spesifik pada waktu yang tepat agar dapat dicapai tujuan spesifik secara optimal.

4. Kepastian
Konsep kepastian minimum diharapkan dapat mengurangi kejadian-kejadian yang tidak terduga.

5. Ketelitian
Prinsip utama yang perlu diperhatikan ialah agar perencanaan pembelajaran disusun dalam bentuk yang sederhana, serta perlu diperhatikan secara sensitif kaitan-kaitan yang pasti terjadi antara berbagai komponen.

6. Adaptabilitas
Diakui bahwa perencanaan pembelajaran bersifat dinamis, sehingga perlu senantiasa mencari informasi sebagai balikan. Penggunaan berbagai proses memungkinkan perencanaan yang fleksibel atau adaptable dapat dirancang untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.

7. Waktu
Faktor yang berkaitan dengan waktu cukup banyak, selain keterlibatan perencanaan dalam memprediksi masa depan, juga validasi dan reliabilitas analisis yang dipakai, serta kapan untuk menilai kebutuhan kependidikan masa kini dalam kaitannya dengan masa mendatang.

8. Monitoring
Monitoring merupakan proses mengembangkan kriteria untuk menjamin bahwa berbagai komponen bekerja secara efektif.

9. Isi perencanaan
Isi merencanakan merujuk pada hal-hal yang akan direncanakan.

D. Manfaat Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran memainkan peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung. Terdapat beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1. sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan
2. sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan
3. sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid
4. sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja
5. untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja
6. untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya



Prinsip Penyusunan
 Spesifik : Penyusunan perencanaan pembelajaran haruslah mendetail
 Operasional : Penyusunan perencanaan pembelajaran dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai panduan guru dalam pelaksanaan pembelajaran
 Sistematis : Penyusunan perencanaan pembelajaran hendaknya tersusun dengan baik
 Jangka pendek (1-3 kali pertemuan) : Penyusunan perencanaan pembelajaran dibuat untuk jangka waktu pendek sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan masyarakat.

E. Langkah-langkah membuat Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Adapun langkah-langkah membuat perencanaan pembelajaran:
a. menentukan SK dan KD
Langkah awal pembuatan Rencana pembelajaran yaitu penentuan SK dan KD yang akan di jadikan bahan ajar
b. membuat silabus
c. membuat RPP
Langkah-langkah membuat RPP, antara lain sebagai berikut:
1. Mengisi kolom identitas
2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan
3. Menentukan SK, KD, dan Indikator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun
4. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang telah ditentukan
5. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran. Guru sebagai perancang RPP hendaknya juga mengembangkan materi ajar yang akan dibahas dalam pembelajaran.
6. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan
7. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir.
8. Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan
9. Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik penskoran, dll

Pengembangan Bahan Ajar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengapa guru perlu mengembangkan Bahan Ajar?
karena Guru harus memiliki atau menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan :
 kurikulum,
 karakteristik sasaran,
 tuntutan pemecahan masalah belajar.
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/
instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang
dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. (National Center
for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based
Training). Perolehan bahan ajar seharusnya tidak hanya didapatkan dari satu
sumber saja karena dengan diperolehnya bahan ajar hanya dari satu sumber tidak
akan dapat memaksimalkan hasil belajar. Siswa tidak akan mendapatkan ilmu lebih,
mereka hanya menghafal sebuah ilmu dan akan melupakannya. Oleh karena itu,
diperlukan pengembangan bahan ajar yang seharusnya dapat ditemukan oleh guru dari
berbagai sumber atau bahkan dari siswa itu sendiri. Pengembangan bahan ajar yang
tidak hanya terpaku pada satu sumber bahan ajar guru dapat mengembangkan
kecerdasan siswa dan dapat pula memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.
Guru sebagai pengembang bahan ajar hendaknya mengetahui tentang apa dan
bagaimana bahan ajar itu, sehingga guru dapat mengembangkan bahan ajar. Oleh
karena itu, pada makalah ini kami mengbahas tentang pengembangan bahan ajar
supaya dapat menjadi panduan pengetahuan mahasiswa calon guru untuk menghadapi
tugasnya kelak sebagai guru dan pengembang bahan ajar.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada diperoleh rumusan masalah antara
lain sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bahan ajar?
a) Apa pengertian bahan ajar?
b) Apa saja jenis-jenis bahan ajar?
c) Apa saja bentuk-bentuk bahan ajar?
d) Bagaimana Kriteria Bahan Ajar yang Baik?
2. Apa tujuan dan manfaat pengembangan bahan ajar?
3. Bagaimana pengembangan bahan ajar?
a) Apa saja prinsip pemilihan bahan ajar?
b) Bagaimana langkah-langkah memilih bahan ajar?
c) Bagaimana penyusunan bahan ajar?
4. Bagaimana menentukan cakupan dan urutan bahan ajar?
5. Apa saja komponen-komponen model bahan ajar?
6. Apa aspek-aspek yang ada dalam bahan ajar?
7. Apa yang dimaksud dengan sumber bahan ajar?
8. Bagaimana strategi dalam memanfaatkan bahan ajar?
a) Strategi penyampaian bahan ajar oleh guru
b) Strategi mempelajari bahan ajar oleh siswa
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas diperoleh tujuan antara lain sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami tentang apa itu bahan ajar?
2. Mahasiswa mampu memahami tentang apa tujuan dan manfaat pengembangan bahan
ajar?
3. Mahasiswa mampu memahami tentang pemilihan bahan ajar
4. Mahasiswa mampu menyusun bahan ajar
BAB II
PEMBAHASAN


I. Bahan Ajar
A. Pengertian Bahan Ajar (instructional materials)
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan
yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
(National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for
Competency Based Training) dalam Bintek KTSP 2009 (2009: http://bandono.web).
Dengan kata lain, Bahan ajar merupakan alat atau sarana pembelajaran yang
berisi materi, metode4, batasan-Batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang
secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Bahan
ajar akan mengurangi beban guru dalam menyajikan materi (tatap muka), sehingga
dosen lebih banyak waktu untuk membimbing dan membantu peserta didik dalam
proses pembelajaran.
Wahidin (2008: http://makalahkumakalahmu.wordpress.com) menyatakan
bahwa materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai
standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis
materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip,
prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Banyak orang menganggap bahwa bahan ajar sama dengan buku teks,
padahal keduanya adalah dua hal yang berbeda. Bahan ajar berbeda dengan buku
teks.
B. Jenis-jenis Bahan Ajar
Jenis-jenis bahan ajar meliputi:
a. Lembar informasi (information sheet)
b. Operation sheet
c. Jobsheet
d. Worksheet
Lembar kegiatan siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa
petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang
diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya. Lembar
kegiatan dapat digunakan untuk mata pembelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah
lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik
apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan
materi tugasnya.
Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teoritis dan
atau tugas-tugas praktis. Tugas teoritis misalnya tugas membaca sebuah artikel
tertentu, kemudian membuat resume untuk dipresentasikan. Sedangkan tugas praktis
dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan, misalnya survey tentang
harga cabe dalam kurun waktu tertentu di suatu tempat. Keuntungan adanya lembar
kegiatan adalah bagi guru, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, bagi
siswa akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan menjalankan suatu
tugas tertulis
e. Handout, merupakan bahan tertulis yang siapkan oleh seorang guru untuk
memperkaya pengetahuan peserta didik
f. Modul, merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan
menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat
kompleksitasnya. Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar
peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru,
sehingga modul berisi paling tidak tentang:
• Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
• Kompetensi yang akan dicapai
• Content atau isi materi
• Informasi pendukung
• Latihan-latihan
• Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
• Evaluasi
• Balikan terhadap hasil evaluasi
Furgon (2009: http://www.tek-nologipendidikan.co.cc) Format atau
bentuk bahan ajar yang sesuai untuk pembelajaran kompetensi dengan pendekatan
belajar tuntas (mastery learning) adalah modul yang bersifat fleksibel. Dalam
hal ini, bahan ajar untuk suatu kompetensi tertentu dikemas dalam format modul
yang fleksibel. Pengemasan bahan ajar kedalam format modul bukan berarti
mengarah pada pembelajaran individual yang menghilangkan pesan guru, tetapi
justru mengarahkan dan lebih mengefektifkan peran guru dan siswa dalam proses
pembelajaran.
Bahan ajar berbentuk modul setidaknya terdiri atas tujuh komponen,
yaitu:
1. Tujuan pembelajaran/pelatihan
2. Lembar evaluasi
3. kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas
4. Lembaran kegiatan siswa, yang berisi substansi kompetensi yang akan
dipelajari/diantarkan
5. Lembaran kerja siswa
6. Kunci lembar kerja
7. Pedoman bagi guru
Bahan ajar dalam bentuk modul dibedakan menjadi dua jenis, yaitu modul
inti dan modul pengayaan. Modul inti berisi substansi pembelajaran kompetensi
minimal yang harus dikuasai oleh siswa, sedangkan modul pengayaan berisi
substansi yang bersifat memperluas dan memperdalam kompetensi yang ada pada
modul intii
C. Bentuk-Bentuk Bahan Ajar
Bondono (2009: http://bandono.web.id ) Bentuk Bahan Ajar terdiri dari:
• Bahan cetak (Printed)
Sapta (2009: http://andy-sapta.blogspot.com) Bahan ajar cetak dapat
ditampilkan dalam berbagai bentuk. Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik
maka bahan ajar akan mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan
oleh Steffen Peter Ballstaedt, 1994 yaitu:
a. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi
seorang guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang sedang
dipelajari
b. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit
c. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah
d. Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu
e. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja
f. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan
aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa
g. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar
h. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri
Bandono (2009: http://bandono.web.id) Penyusunan Bahan Ajar Cetak
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Susunan tampilan
2. Bahasa yang mudah
3. Menguji pemahaman
4. Stimulan
5. Kemudahan dibaca
6. Materi instruksional
Bahan cetak terdiri dari hand out, buku, modul, lembar kerja siswa,
brosur, leaflet, wallchart
• Audio Visual seperti: video/film,VCD
• Audio seperti: radio, kaset, CD audio, PH
• Visual: foto, gambar, model/maket.
• Multi Media: CD interaktif, computer Based, Internet

D. Kriteria Bahan Ajar yang Baik
Bahan ajar yang diberikan kepada siswa haruslah bahan ajar yang
berkualitas. Bahan ajar yang berkualitas dapat menghasilkan siswa yang
berkualitas, karena siswa mengkonsumsi bahan ajar yang berkualitas. Menurut
Furqon (2009: http://www.tek-nologipendidikan.co.cc) Bahan ajar yang baik harus
memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Substansi yang dibahas harus mencakup sosok tubuh dari kompetensi atau sub
kompetensi yang relevan dengan profil kemampuan tamatan.
2. Substansi yang dibahas harus benar, lengkap dan aktual, meliputi konsep fakta,
prosedur, istilah dan notasi serta disusun berdasarkan hirarki/step penguasaan
kompetensi.
3. Tingkat keterbacaan, baik dari segi kesulitan bahasa maupun substansi harus
sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajaran.
4. Sistematika penyusunan bahan ajar harus jelas, runtut, lengkap dan mudah
dipahami.
Anonim (2009: http://pbsindonesia.fkip-uninus.org) Dalam pengembangan
bahan ajar, maka bahan ajar harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut.
a) bahan ajar harus relevan dengan tujuan pembelajaran
b) bahan ajar harus seuai dengan taraf perkembangan anak;
c) bahan yang baik ialah bahan yang berguna bagi siswa baik sebagai
perkembangan pengetahuannya dan keperluan bagi tugas kelak di lapangan
d) bahan itu harus menarik dan merangsang aktivitas siswa
e) bahan itu harus disusun secara sistematis, bertahap, dan berjenjang
f) bahan yang disampaikan kepada siswa harus menyeluruh, lengkap dan utuh.
E. Fungsi Bahan Ajar
Anonim (2009: http://pbsindonesia.fkip-uninus.org) Fungsi bahan ajar
adalah sebagai motivasi dalam proses kegiatan belajar mengajar yang lakukan oleh
guru dengan materi pembelajaran yang kontekstual agar siswa dapat melaksanakan
tugas belajar secara optimal. Menurut Furqon (2009: http://www.tek
nologipendidikan.co.cc) Bahan ajar berfungsi sebagai berikut:
1. Pedoman bagi Guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya
diajarkan/dilatihkan kepada siswanya.
2. Pedoman bagi Siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya
dipelajari/dikuasainya.
3. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran
4. membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar
5. membantu siswa dalam proses belajar
6. sebagai perlengkapan pembelajaran untuk mencapai tujuan pelajaran
7. untuk menciptakan lingkungan / suasana balajar yang kondusif
II. Tujuan, dan Manfaat Pengembangan Bahan Ajar
A. Tujuan Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar disusun dengan tujuan antar lain sebagai berikut:
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai
dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik
2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping
buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh
3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran
B. Manfaat Pengembangan Bahan Ajar
 Manfaat bagi guru antara lain sebagai berikut:
1) Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik
2) Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk
diperoleh
3) Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi
4) Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan
ajar
5) Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan
peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada
gurunya
6) Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
 Manfaat bagi Peserta Didik antara lain sebagai berikut:
1) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
2) Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan
terhadap kehadiran guru.
3) Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya
III. Pengembangan Bahan Ajar
Furqon (2009: http://www.tek-nologipendidikan.co.cc)
Kebijakan Pengembangan Bahan Ajar
1. Koordinasi pengembangan bahan ajar melalui proyek Kurikulum tahun 1996/1997
pada saat itu dilakukan bersama antara Kasi Kurikulum lingkup Dit.Dikmenjur.
Hal tersebut mengacu pada uraian tugas dan fungsi Kasi Kurikulum berdasarkan
keputusan Mendikbud No. 0222b/1980 dan perubahannya No. 08710/0/1983
2. Berdasarkan keputusan Menndikbud No. 049/0/1997 dan No. 309/0/1997 tanggal
29 Desember 1997 tentang perincian tugas subbagian dab seksi dilingkungan
Dit. Dikmenjur, mulai saat tugas koordinasi pengadaan Bahan Ajar,menjadi
lingkup tu- gas seksi Buku dan Bahan Pelajaran. Namun demikian Seksi
Kurikulum pada Subdit PSG tetap terlibat dalam pengembangan Bahan Ajar.
Karena menyangkut kurikulum dalam arti yang luas. Bahan Ajar adalah bagian
dari Kurikulum.

Admin (2007: http://mgmpips.wordpress.com) Berkenaan dengan pemilihan
bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan jenis
materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment)
terhadap materi pembelajaran, dsb. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan
ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada
kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak
sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Bukupun tidak harus satu
macam dan tidak harus sering berganti seperti terjadi selama ini. Berbagai
buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar.
Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar
adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau
terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang
tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi
setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku. Sehubungan dengan itu,
perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu
guru agar mampu memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan
memanfaatkannya dengan tepat. Dengan pemilihan bahan ajar yang berkualitas
akan membantu dalam peningkatan kualitas hasil pembelajaran peserta didik. Ada
sebuah pepatah berkaitan dengan tugas guru sebagai pengajar, pengembang
kurikulum dan pengembang bahan ajar, yaitu:
Guru yang bermutu memungkinkan siswanya untuk tidak hanya
dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, tetapi juga
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting untuk belajar
selama hidup mereka” (Elaine B. Johnson).
Berdasarkan pepatah tersebut diperoleh pengetahuan hendaknya sebagai seorang
guru dalam mengembangkan bahan ajar tidak hany mengembangkan kemampuan
kognitif peserta didik tetapi juga dari aspek afektif dan psikomotorik.
G. Prinsip Pemilihan Bahan Ajar
Sudrajat (2008: http://akhmadsudrajat.wordpress.com) Prinsip-prinsip
dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi:
a) prinsip relevansi
Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan
memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
b) Prinsip konsistensi
Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga
harus meliputi empat macam.
c) Kecukupan
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai
dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi
tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu
sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga
yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
B. Langkah-langkah Pemilihan Bahan Ajar
Sudrajad (2009: http://www.akhmadsudrajat.com) Materi pembelajaranyang
dipilih untuk diajarkan oleh guru dan harus dipelajari siswa hendaknya
berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar langkah-langkah
pemilihan bahan ajar meliputi :
1. Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu
diidentifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
harus dipelajari atau dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan,
karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan
jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Sejalan dengan
berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat
dibedakan menjadi 3 jenis materi pembelajaran, yaitu:
a) Peta Pengetahuan, Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci
dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan
prosedur (Reigeluth, 1987). Materi jenis fakta adalah materi berupa
nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah,
nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain sebagainya. Materi
konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi. Materi jenis
prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium, paradigma, teorema.Materi
jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut,
misalnya langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau
cara-cara pembuatan bel listrik.
b) Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon, penerimaan
(apresisasi), internalisasi, dan penilaian.
c) Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin,
dan rutin.
2. Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
a) Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis
fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada
satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan
diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya
b) Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya
adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan standar
kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Identifikasi
jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya.
Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran
atau metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian yang berbeda-beda.
Misalnya, metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan
menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics),
sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
3. Memilih sumber bahan ajar.
Setelah jenis materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan
sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan
dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran,
internet, media audiovisual, dsb.
C. Langkah-langkah Penyusunan Bahan Ajar
a. Penyusun
Didalam penyusunan bahan ajar diperlukan dua tim, yaitu:
1. Tim pengembang Kurikulum menjadi program-program pembelajaran
Tim ini terdiri dari para ahli dibidangnya, akademisi, praktisi,
pengembang kurikulum dan desain pembelajaran, Widya Iswara (PPPG), serta
guru bidang keahlian. Tim ini bersifat nasional untuk tiap-tiap program
studi.
2. Tim penyusun bahan ajar
Tim ini terdiri dari para guru bidang keahlian, praktisi, Widya Iswara
dan akademisi. Tim ini dapat dibentuk untuk tiap-tiap program studi
disetiap sekolah atau kantor Depdiknas ditingkat Wilayah (Propinsi).
Furqon (2009: http://www.tek-nologipendidikan.co.cc) Sebagaimana
disampaikan dimuka, bahan ajar dikembangkan berdasarkan pada rancangan
pembelajaran/pelatihan yang mengacu pada profil kemampuan tamatan.
Didalam rancangan pembelajaran, disusun sistematis tentang substansi
kompetensi/sub-kompetensi, bahan, peralatan, tempat dan alokasi waktu
pelaksanaan pembelajaran.
b. Langkah-langkah penyusunan bahan ajar adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Kurikulum Menjadi Program-Program Pembelajaran
a) Mengembangkan profil kemampuan tamatan kurikulum SMK 1994 (Reformasi)
tiap-tiap program studi kedalam kelompok-kelompok kompetensi atau sub
kompetensi (a bundle of competence ) serumpun. Setiap ikatan
kopetensi/sub-kompetensi tersebut secara terpisah dapat menunjukkan
suatu penampilan kerja utuh ( kinerja ) atau kemampuan orang melakukan
sesuatu.
b) Menjabatkan ikatan-ikatan kompetensi dan mengoperasionalkannya kedalam
bentuk tujuan-tujuan pembelajaran. Mengingat sesuatu kompetensi/sub
kompetensi, terutama kompetensi teknis ( bukan kompetensi produktif
atau manipulatif ) diharapakan bersifat standar, maka tujuan-tujuan
pembelajaran pada suatu program studi secara nasional sama. Ikatan
ikatan kompetensi dan tujuan-tujuan pembelajaran selanjutnya akan
menjadi acuan bagi pengembangan/ penyusunan bahan ajar.
2. Penyusunan Bahan Ajar
a) Tim penyusun mempelajari secara seksama tentang penjabaran pada ikatan
ikatan kompetensi seperti yang telah dikembangkan oleh tim nasional.
Perlu dicermati setiap tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
b) Tim penyusunan mengembangkan setiap ikatan kompetensi menjadi satu\
paket pembelajaran ( kelompok bahan pelajaran utuh ) yang selanjutnya
dijabarkan kedalam beberapa bahan pelajaran. Penjabaran tersebut harus
mempertimbangkan hirarki/keruntutan substansi, proses pembelajaran,
saran dan prasarana yang tersedia.
c) Tim penyusunan mempelajari secara seksama tentang substansi yang akan
disusun dalam bahan ajar. Dalam hal ini perlu dipelajari berbagai
sumber acuan yang relevan, terutama buku-buku pegangan yang ada.
d) Apabila substansi yang diperolah belum memadai, maka tim penyusun perlu
melakukan percobaan demonstrasi unjuk kerja tentang substansi
kompetensi yang akan disusun. Misalnya, secara langsung melaksanakan
atau mengamati seseorang yang sedang melakukan pekerjaan pengelasan
logam ( kompetensi tertentu ). Dengan melakukan hal tersebut, maka tim
akan memperoleh bahan yang lengkap tentang substansi pokok apa saja
yang perlu disusun, bagaimana prosedurnya, pengetahuan pendukung apa
yang diperlukan, alat dan bahan yang diperlukan, dan lain sebagainya.
e) Tim penyusun bahan ajar seperti telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya, yaitu: Tujuan pembelajaran/pelatihan, Lembar evaluasi,
Kedudukan dan fungsi bahan ajar dalam kesatuan program yang lebih luas,
Lembaran kerja siswa (yang berisi substansi yang disusunnya),
kompetensi yang akan dipelajari/diajarkan, Lembaran kerja siswa, Kunci
lembar kerja, Pedoman bagi guru.
f) Bahan ajar yang telah disusun perlu divalidasi, dimintakan masukan
kepada pihak-pihak yang berkompeten terutama para ahli dan praktisi
serta akademisi yang menguasai bidang keahlian tersebut. Satu hal yang
juga perlu dilakukan adalah meminta masukan kepada ahli kurikulum dan
desain instruksional, kaitannya dengan kelayakan dan pelaksanaan
pembelajaran. Berdasarkan masukan-masukan tersebut, tim memperbaiki
rancangan bahan ajar yang disusunnya.
g) Bahan yang telah disusun kemudian diuji cobakan pada kondisi proses
pembelajaran yang sebenarnya dikelas/bengkel/lab. Dalam uji coba
tersebut perlu diamati kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
pembelajaran dan kekurangan-kekurangan yang ada pada modul.
h) Berdasarkan temuan-temuan pada uji coba pembelajaran pada kondisi
sebenarnya, maka tim perlu memperbaiki dan menyempurnakan bahan ajar
yang disusunnya.


Bandono (2009: http://bandono.web.id) Teknik Penyusunan Bahan Ajar (Analisis
Bahan Ajar):
a. Analisis SK-KD-Indikator
b. Analisis Sumber Belajar
c. Pemilihan dan Penentuan Bahan Ajar

Tiga cara untuk penulisan bahan ajar antara lain sebagai berikut:
1. Menulis sendiri
2. Pengemasan kembali informasi
3. Penataan Informasi
Furqon (2009: http://www.tek-nologipendidikan.co.cc) Bahan ajar harus
ditulis dengan bahasa yang baku, universal, jelas, sederhana, komunikatif dan
mudah dipahami oleh pembelajar. Sebaiknya digunakan notasi-notasi dan istilah
istilah yang lazim dan banyak digunakan dilingkungan sekolah/dunia kerja. Untuk
lebih memudahkan memahami substansi perlu dilengkapi dengan ilustrasi atau
gambar-gambar yang secara visual dapat memberikan gambaran nyata tentang
substansi yang dipelajarinya.
Aturan penulisan atau tata tulis bahan ajar hendaknya dibuat
sehingga ada keseragaman. Untuk itu penyusunan bahan ajar hendaknya menggunakan
tata tulis sesuai kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baku, dengan memperhatikan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
D. Prinsip Pengembangan Bahan Ajar
Sapta (2009: http://andy-sapta.blogspot.com) Prinsip pengembangan bahan
ajar:
1. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk
memahami yang abstrak
Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan
dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di
lingkungan mereka. Misalnya untuk menjelaskan konsep pasar, maka mulailah
siswa diajak untuk berbicara tentang pasar yang terdapat di tempat mereka
tinggal. Setelah itu, kita bisa membawa mereka untuk berbicara tentang
berbagai jenis pasar lainnya.
2. Pengulangan akan memperkuat pemahaman
Dalam pembelajaran, pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih memahami
suatu konsep. Dalam prinsip ini kita sering mendengar pepatah yang mengatakan
bahwa 5 x 2 lebih baik daripada 2 x 5. Artinya, walaupun maksudnya sama,
sesuatu informasi yang diulang-ulang, akan lebih berbekas pada ingatan siswa.
Namun pengulangan dalam penulisan bahan belajar harus disajikan secara tepat
dan bervariasi sehingga tidak membosankan
3. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta
didik
Seringkali kita menganggap enteng dengan memberikan respond yang sekedarnya
atas hasil kerja siswa. Padahal respond yang diberikan oleh guru terhadap
siswa akan menjadi penguatan pada diri siswa. Perkataan seorang guru seperti
’ya benar’ atau ‚’ya kamu pintar’ atau,’itu benar, namun akan lebih baik
kalau begini...’ akan menimbulkan kepercayaan diri pada siswa bahwa ia telah
menjawab atau mengerjakan sesuatu dengan benar. Sebaliknya, respond negatif
akan mematahkan semangat siswa. Untuk itu, jangan lupa berikan umpan balik
yang positif terhadap hasil kerja siswa.
4. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
belajar
Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam
belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru dalam melaksanakan
pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar siswa mau belajar.
Banyak cara untuk memberikan motivasi, antara lain dengan memberikan pujian,
memberikan harapan, menjelas tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun
menceritakan sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dll.
5. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan
mencapai ketinggian tertentu
Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan. Untuk
mencapai suatu standard kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan
antara. Ibarat anak tangga, semakin lebar anak tangga semakin sulit kita
melangkah, namun juga anak tangga yang terlalu kecil terlampau mudah
melewatinya. Untuk itu, maka guru perlu menyusun anak tangga tujuan
pembelajaran secara pas, sesuai dengan karakteristik siswa. Dalam bahan ajar,
anak tangga tersebut dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator kompetensi.
6. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk terus
mencapai tujuan
Dalam pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut dengan
kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada tujuan meskipun
dengan waktu yang berbeda-beda.
IV. Langkah menentukan cangkupan dan Urutan Bahan Ajar
A. Menentukan Cakupan Bahan Ajar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup
materi pembelajaran:
1. harus diperhatikan apakah jenis materinya berupa aspek kognitif (fakta,
konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek psikomotorik
2. memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan
cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman
materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa banyak
materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran,
sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang
terkandung di dalamnya harus dipelajari/dikuasai oleh siswa.
3. Kecukupan (adequacy) atau memadainya cakupan materi juga perlu
diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek materi dari suatu
materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan kompetensi
dasar yang telah ditentukan. Cakupan atau ruang lingkup materi perlu
ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang harus dipelajari oleh murid
terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah cukup

Anonim (2009: http://pbsindonesia.fkip-uninus.org) Dalam sosialisasi KTSP
Depdiknas bahan ajar mencakup:
1) judul, MP, SK, ICD, indikator, tempat
2) petunjuk belajar (petunjuk siswa / guru)
3) tujuan yang akan dicari
4) informasi pendukung
5) latihan-latihan
6) petunjuk kerja
7) penilaian.
B. Menentukan Urutan Bahan Ajar
Wahidin (2008: http://makalahkumakalahmu.wordpress.com) Urutan penyajian
(sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau
mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi
pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan
menyulitkan siswa dalam mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami
kesulitan mempelajari perkalian jika materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa
akan mengalami kesulitan membagi jika materi pengurangan belum dipelajari.
Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat
diurutkan melalui dua pendekatan pokok , yaitu: pendekatan prosedural, dan
hierarkis.
a. Pendekatan prosedural yaitu urutan materi pembelajaran secara prosedural
menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah
melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah menelpon, langkah-langkah
mengoperasikan peralatan kamera video.
b. pendekatan hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari
bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari
dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
V. Komponen-Komponen Model Bahan Ajar
Anonim (2009: http://pbsindonesia.fkip-uninus.org) Dalam KTSP 2008
menetapkan susunan bahan ajar dengan komponen-komponen sebagai berikut.
 Komponen kebahasaan mencakup:
1) keterbacaan
2) kejelasan informasi
3) kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar
4) pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien.
 Komponen penyajian mencakup:
1) kejelasan tujuan (indicator) yang ingin dicapai
2) urutan sajian
3) pemberian motivasi, daya tarik
4) interaksi (pemberian stimulus dan respons).
 Komponen kegrafikan mencakup:
1) penggunaan font, jenis, dan ukuran
2) lay out atau tata letak
3) ilustrasi, gambar, foto
4) desain tampilan.
VI. Aspek Bahan Ajar
Harjanto (2005: 220-221) Didalam materi pelajaran terdapat beberapa aspek
yang terkandung didalmnya, antara lain:
1. Konsep adalah Suatu ide atau gagasan atau suatu pengertian yang umum,
misalnya sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui
2. Prinsip adalah suatu kjebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir atau
merupakan suatu petunjuk untuk berbuat atau melaksanakan sesuatu
3. Fakta adalah sesuatu yang terjadi atau yang telah dikerjakan/dialami. Mungkin
berupa hal, obyek atau keadaan. Jadi bukan sesuatu yang diinginkan atau
pendapat atau teori. Contoh: Proklamasi Kemerdekaan RI adalah tanggal 17
Agustus 1945
4. Proses adalah serangkaian perubahan, gerakn-gerakn perkembangan
5. Nilai adalah suatu pola, ukuran atau merupakan suatu tipe atau model
6. Keterampilan adalah kemampuan berbuat sesuatu dengan baik
VII. Sumber Bahan Ajar
Che (2008: http://www.candilaras.co.cc) Sumber bahan ajar merupakan
tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari sumber bahan ajar,
siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya, sesuai dengan prinsip pembelajaran
siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi
pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sumber-sumber
dimaksud dapat disebutkan di bawah ini:
(a) buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit . Gunakan sebanyak mungkin
buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang luas
(b) laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh
para peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang atual
atau mutakhir
(c) Jurnal penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah. Jurnal-jurnal
tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di
bidangnya masing-masing yang telah dikaji kebenarannya
(d) Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar
yang dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar,
ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb
(e) Profesional yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan
perbankan misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan
(f) Buku kurikulum penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena
berdasar kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi
bahan dapat ditemukan. Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum
hanya berisikan pokok-pokok materi
(g) Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulananyang banyak
berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan ajar suatu matapelajaran
(h) Internet yang yang banyak ditemui segala macam sumber bahan ajar. Bahkan
satuan pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh
melalui internet. Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi
(i) Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai
jenis mata pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di
laut, di hutan belantara melalui siaran televisi
(j) lingkungan ( alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi). Perlu
diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku
atau terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah
tepat jika hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satu-satunya sumber
bahan ajar. Tidak tepat pula tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap
pergantian semester atau pergantian tahun. Buku-buku pelajaran atau buku
teks yang ada perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan sebagai sumber
yang relevan dengan materi yang telah dipilih untuk diajarkan. Mengajar
bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi.
Karena itu, hendaknya guru menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru,
sumber utama untuk mendapatkan materi pembelajaran adalah buku teks dan buku
penunjang yang lain.
VIII. Strategi Pemanfaatan Bahan Ajar
Secara garis besarnya, dalam memanfaatkan bahan ajar terdapat i dua
strategi, yaitu:
A. Strategi Penyampaian Bahan Ajar oleh Guru
Strategi penyampaian bahan ajar oleh guru, diantaranya:
1. Strategi urutan penyampaian simultan yaitu jika guru harus menyampaikan
materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan
penyampaian simultan, materi secara keseluruhan disajikan secara
serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global)
2. Strategi urutan penyampaian suksesif, jika guru harus manyampaikan
materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan
panyampaian suksesif, sebuah materi satu demi satu disajikan secara
mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya
secara mendalam pula
3. Strategi penyampaian fakta, jika guru harus manyajikan materi
pembelajaran termasuk jenis fakta (nama-nama benda, nama tempat,
peristiwa sejarah, nama orang, nama lambang atau simbol, dsb.)
4. Strategi penyampaian konsep, materi pembelajaran jenis konsep adalah
materi berupa definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah
agar siswa paham, dapat menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan,
membandingkan, menggeneralisasi, dsb.Langkah-langkah mengajarkan konsep:
Pertama sajikan konsep, kedua berikan bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri
pokok, contoh dan bukan contoh), ketiga berikan latihan (exercise)
misalnya berupa tugas untuk mencari contoh lain, keempat berikan umpan
balik, dan kelima berikan tes
5. Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip, termasuk materi
pembelajaran jenis prinsip adalah dalil, rumus, hukum (law), postulat,
teorema, dsb
6. Strategi penyampaian prosedur, tujuan mempelajari prosedur adalah agar
siswa dapat melakukan atau mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar
paham atau hafal. Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah
langkah-langkah mengerjakan suatu tugas secara urut.
B. Strategi mempelajari Bahan Ajar oleh Siswa
Ditinjau dari guru, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran
berupa kegiatan guru menyampaikan atau mengajarkan kepada siswa. Sebaliknya,
ditinjau dari segi siswa, perlakuan terhadap materi pembelajaran berupa
mempelajari atau berinteraksi dengan materi pembelajaran. Secara khusus
dalam mempelajari materi pembelajaran, kegiatan siswa dapat dikelompokkan
menjadi empat, yaitu :.
1. Menghafal (verbal parafrase). Ada dua jenis menghafal, yaitu menghafal
verbal (remember verbatim) dan menghafal parafrase (remember paraphrase).
Menghafal verbal adalah menghafal persis seperti apa adanya. Terdapat
materi pembelajaran yang memang harus dihafal persis seperti apa adanya,
misalnya nama orang, nama tempat, nama zat, lambang, peristiwa sejarah,
nama-nama bagian atau komponen suatu benda, dsb. Sebaliknya ada juga
materi pembelajaran yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya
tetapi dapat diungkapkan dengan bahasa atau kalimat sendiri (hafal
parafrase). Yang penting siswa paham atau mengerti, misalnya paham inti
isi Pembukaan UUD 1945, definisi saham, dalil Archimides, dsb.
2. Menggunakan/mengaplikasikan (Use). Materi pembelajaran setelah dihafal
atau dipahami kemudian digunakan atau diaplikasikan. Jadi dalam proses
pembelajaran siswa perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan, menerapkan
atau mengaplikasikan materi yang telah dipelajari. Penggunaan fakta atau
data adalah untuk dijadikan bukti dalam rangka pengambilan keputusan.
Penggunaan materi konsep adalah untuk menyusun proposisi, dalil, atau
rumus. Selain itu, penguasaan atas suatu konsep digunakan untuk
menggeneralisasi dan membedakan. Penerapan atau penggunaan prinsip adalah
untuk memecahkan masalah pada kasus-kasus lain. Penggunaan materi
prosedur adalah untuk dikerjakan atau dipraktekkan. Penggunaan materi
sikap adalah berperilaku sesuai nilai atau sikap yang telah dipelajari.
Misalnya, siswa berhemat air dalam mandi dan mencuci setelah mendapatkan
pelajaran tentang pentingnya bersikap hemat.
3. Menemukan. Yang dimaksudkan penemuan (finding) di sini adalahmenemukan
cara memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari. Menemukan merupakan hasil
tingkat belajar tingkat tinggi. Gagne (1987) menyebutnya sebagai
penerapan strategi kognitif. Misalnya, setelah mempelajari hukum bejana
berhubungan seorang siswa dapat membuat peralatan penyiram pot gantung
menggunakan pipa-pipa paralon. Contoh lain, setelah mempelajari
sifat-sifat angin yang mampu memutar baling-baling siswa dapat membuat
protipe, model, atau maket sumur kincir angin untuk mendapatkan air tanah.
4. Memilih di sini menyangkut aspek afektif atau sikap. Yang dimaksudkan
dengan memilih di sini adalah memilih untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu. Misalnya memilih membaca novel dari pada membaca tulisan ilmiah.
Memilih menaati peraturan lalu lintas tetapi terlambat masuk sekolah atau
memilih melanggar tetapi tidak terlambat, dsb.